Sabtu, 05 April 2014

PENANGANAN KESULITAN MAKAN PADA ANAK



PENGERTIAN KESULITAN MAKAN
Jika anak menunjukkan gangguan yang berhubungan dengan makan atau pemberian makan akan segera mengundang kekawatiran ibu.
Keluhan dan tanda-tanda yang biasa disampaikan berbagai macam di antaranya :
1. Kesulitan motorik
· Kesulitan mengunyah, menghisap, menelan makanan
· Hanya bisa makan makanan lunak/cair
2. Penerimaan makanan yang tidak/kurang memuaskan
· Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut
· Menghabiskan makanan hanya setengah, sepertiga, seperempat porsi, atau kurang dari itu
· Mengulum makanan sebelum ditelan
· Tidak mau menelan makanan
· Makan berlama-lama
· Memainkan makanan
· Cepat bosan terhadap makanan yang disajikan
3. Picky eater/memilih-milih makanan
· Hanya mau makan jenis tertentu saja (jenis makanan spesifik)
4. Penolakan atau melawan pada waktu makan
· Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut/menolak bila diberi makan
· Menutup mulut rapat
· Menepis suapan
· Selama proses makan anak rewel, merasa tidak senang atau marah
5. Kebiasaan makan makanan yang aneh dan ganjil (pika)
· Mempunyai kebiasaan makan yang aneh seperti makan kayu,rumput, tanah, dll
6. Kelambatan dalam tingkat keterampilan makan
Seharusnya, sesuai dengan pertumbuhan anak, keterampilan makan akan meningkat.
Usia
TAHAP PERKEMBANGAN KETERAMPILAN MAKAN-MINUM BALITA
MINUM SENDIRI DARI BOTOL/GELAS/CANGKIR
12 – 15 bulan
Memegang gelas dengan kedua tangan
Dapat sedikit minum tanpa bantuan
15 – 18 bulan
Menggunakan sedotan
2 – 3 tahun
Minum dari gelas (tanpa tutup) tanpa menumpahkan minuman
MAKAN SENDIRI
12 – 14 bulan
Makan makanan lunak atau yang cepat melelh dengan tangan
Suka makan dengan tangan
15 – 18 bulan
Menyendok makanan dengan sendok dan makan sendiri
18 – 24 bulan
Ingin makan/minum sendiri
2 – 3 tahun
Menusuk makanan dengan garpu
Menggunakan sendok tanpa menumpahkan makanan
3 – 5 tahun
Bisa makan-minum sendiri

TATA LAKSANA MENGATASI KESULITAN MAKAN
1.    Identifikasi faktor penyebab
2.    Evaluasi tentang faktor dan dampak zat gizi
3.    Melakukan upaya perbaikan

PENYEBAB KESULITAN MAKAN
Kesulitan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak, tetapi jenis kesulitan makan dan penyebabnya berlainan, juga mengenai derajat dan lamanya. Penyebab kesulitan makan mungkin karena disebabkan oleh satu penyakit atau kelainan tertentu, tetapi bisa juga beberapa macam penyakit atau faktor bersama-sama.
Faktor yang merupakan penyebab kesulitan makan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu :
- Faktor zat gizi
- Faktor penyakit/kelainan organik
- Faktor penyakit/kelainan kejiwaan

1. Faktor Zat gizi
Berdasarkan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan, memilih jenis makanan dan menentukan jumlah makanan, anak-anak dapat dikelompokkan :
- Konsumer pasif : bayi
- Konsumer semi pasif/semi aktif : anak balita
- Konsumer aktif : anak sekolah dan remaja

a. Pada bayi berusia 0 – 1 tahun
Pada bayi umumnya kesulitan makan karena faktor mekanis berkaitan dengan keterampilan makan biasanya disebabkan oleh cacat atau kelainan bawaan pada mulut dan kelainan neuro motorik. Selain itu dapat juga oleh kekurangan pembinaan/pendidikan makan antara lain :
- Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
- Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat, terlalu dini atau terlambat.
- Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat.
- Cara pemberian makan yang kurang tepat.


b. Pada anak balita usia 1 – 5 tahun
Kesulitan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan makin meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan lingkungan, mereka lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi baik yang akut maupun yang menahun, infestasi cacing dan sebagainya.

2. Faktor Penyakit / Kelainan Organik
Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan makanan dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan, sistem syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari itu bila terdapat kelainan atau penyakit pada unsur organik tersebut pada umumnya akan disertai dengan gangguan atau kesulitan makan, untuk praktisnya dikelompokkan menjadi :
a. Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut
- Kelainan bawaan : Labioschisis, labiognatoschizis, labiognatopaltoschizis, frenulum lidah yang pendek, makroglossi.
- Penyakit infeksi : stomatitis, ginggivitis, tonsilitis.
- Penyakit neuromuskuler : paresis/paralisis
b. Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.
- Kelainan bawaan :atresiaoesophagus, achalasia, spasme duodenum,
penyakit Hirschsprung
- Penyakit infeksi : akut/kronis
- Diare akut, diare kronis, cacingan
c. Penyakit infeksi pada umumnya
- Akut : infeksi saluran pernafasan.
- Kronis : tuberkolosis paru, malaria.
d. Penyakit/kelainan non infeksi
Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna :
- Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down
- Penyakit neuromuskuler : cerebral palsy.
- Penyakit keganasan : tumor Willems.
- Penyakit hematologi : anemia, leukemia.
- Penyakit metabolik/endokrin : diabetes mellitus.
- Penyakit kardiovaskuler.

3. Faktor Gangguan / Kelainan Psikologis
a. Dasar teori motivasi dengan lingkaran motivasinya
Suatu kehendak/keinginan atau kemauan karena ada kebutuhan atau kekurangan yang menimbulkan ketidak seimbangan. Orang membutuhkan makanan selanjutnya muncul perasaan lapar karena di dalam tubuh ada kekurangan zat makanan. Atau sebaliknya seseorang yang di dalam tubuhnya sudah cukup makanan yang baru atau belum lama dimakan, maka tubuh belum membutuhkan makanan dan tidak timbul keinginan makan.
Hal ini sering tidak disadari oleh para ibu atau pengasuh anak, yang memberikan makanan tidak pada saat yang tepat, apalagi dengan tindakan pemaksaan, ditambah dengan kualitas makanan yang tidak enak misalnya terlalu asin atau pedas dan dengan cara menyuapi yang terlalu keras, memaksa anak untuk membuka mulut dengan sendok. Hal ini semua menyebabkan kegiatan makan merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan.

b. Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu yang kebetulan tidak disukai.
Hal ini perlu pendekatan yang tepat dalam melatih anak mau memakan makanan yang mungkin tidak disukai.

c. Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak daam keadaan demam, mual atau muntah dan dalam keadan ini anak dipaksa untuk makan.

d. Suasana keluarga,
Khususnya sikap dan cara mendidik serta pola interaksi antara orang tua dan anak yang menciptakan suasana emosi yang tidak baik. Tidak tertutup kemungkinan sikap menolak makan sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang tua, misalnya cara menyuapi yang terlalu keras, pemaksaan untuk belajar dan sebagainya.

DAMPAK KESULITAN MAKAN
Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut biasanya tidak menunjukkan dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh kembang anak.

Pada kesulitan makan yang berat dan berlangsung lama akan berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak menyukai makanan tertentu misalnya buah atau sayur akan terjadi defisiensi vitamin A.
Bila hanya mau minum susu saja akan terjadi anemi defisiensi besi. Bila kekurangan kalori dan protein akan terjadi kekurangan energi protein (KEP).








KESIMPULAN
1.    Kesulitan makan merupakan gejala ketidakmampuan secara wajar dalam memenuhi kebutuhan zat gizi.
2.    Penyebab kesulitan makan mungkin suatu penyakit tetapi mungkin juga banyak faktor yang terlibat.
3.    Perlu dilakukan upaya gizi yang sesuai untuk memperbaiki dampak kesulitan makan terhadap gangguan tumbuh kembang dan gangguan gizi.
Perlu dilakukan upaya melenyapkan/mengobati penyebabnya.

Jumat, 04 April 2014

WASPADA! ANAK INDONESIA PENDEK

Di awal tahun ini Indonesia dihadiahi kado yang kurang menyenangkan dari dunia gizi. Bagaimana tidak? Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa proporsi anak pendek dan sangat pendek di Indonesia usia balita mencapai angka 37,2%. Bila dibandingkan dengan Riskesdas 2010, maka ada kenaikan 1,6% dari proporsi pada tahun 2010 yaitu 35,6% (Riskesdas, 2013). Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan besar untuk mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) pada 2014, yaitu <32% (Depkes, 2012). Istilah anak pendek dan sangat pendek sendiri sebenarnya didefinisikan sebagai anak yang tinggi badannya pada usia tertentu lebih rendah dari standart WHO yang disepakati sebagai patokan secara universal. Pendek yaitu bila TB/U <-3SD s.d -2SD, sedangkan sangat pendek berarti TB/U <-3SD.
Gambar 1. Kecenderungan Nasional 2007-2013 : Proporsi Pendek pada Balita
(Riskesdas, 2013)

Faktor Penyebab
Banyak faktor yang menjadi penyebab seorang anak tidak bisa mencapai tinggi badan optimal menurut usianya yang digolongkan dalam 3 (tiga) kategori yaitu penyakit kronis (termasuk kelainan genetik terkait gizi), keturunan berperawakan pendek, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan (Cohen, 2008). Keadaan ini menyebabkan anak kekurangan gizi sejak dalam kandungan (janin), bayi, hingga berlangsung terus hingga sampai usia 2 tahun (Soekirman, 2012). Periode ini disebut periode emas/golden period atau disebut juga sebagai waktu yang kritis, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi kerusakan yang bersifat permanen/window of opportunity (Depkes, 2012).

Gambar 2. Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang Akibat Gangguan Gizi pada Masa Janin dan Anak-Anak (Rajagopalan, 2003)

Pendek atau stunting merupakan dampak jangka panjang dari gangguan gizi semasa janin, masalah ini juga ditentukan oleh status gizi ibu. Data nasional tentang gizi ibu sangat tidak tersedia, namun berat lahir rendah dan anemia memberikan sebuah indikasi adanya gangguan pemenuhan gizi. Berat anak saat lahir merupakan akibat langsung dari status kesehatan dan gizi ibu sebelum dan selama kehamilan. Secara nasional, proporsi anak dengan berat badan lahir rendah pada tahun 2013 masih pada angka 10,2%. Sedangkan anemia juga merupakan masalah yang mempengaruhi 37,1% ibu hamil di Indonesia (Riskesdas, 2013).
Ilmu pengetahuan mutakhir dan diakui oleh lembaga-lembaga PBB, faktor utama pendek adalah lingkungan yang tidak mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dalam janin. Faktor lingkungan yang dominan di negara berkembang dan miskin adalah kekurangan gizi dan penyakit infeksi (Soekirman, 2012). Faktor lingkungan yang lebih luas yang mendorong terjadinya faktor di atas adalah faktor kemiskinan, merokok, gizi tidak seimbang, rendahnya pendidikan wanita, masalah gender, rendahnya kualitas lingkungan hidup, tidak tersedia air bersih, banyak anak, rendahnya kualitas pengasuhan anak, perempuan kawin usia muda, tidak adanya layanan gizi dan kesenatan dasar yang tepat dan efektif. Berbagai faktor tersebut menjadi penyebab sepertiga sampai separuh ibu hamil sejak awal kehamilan kekurangan gizi dan tidak sehat.
Masalah anak pendek dan gizi ibu tidak mudah dilihat, pada umumnya orang tidak tahu bahwa masalah gizi merupakan sebuah masalah, kecuali kasus gizi kurang yang secara nyata menampakkan anak yang sangat kurus (Unicef, 2012).
Pada umumnya, orang tidak menyadari pentingnya gizi selama kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan. Perempuan tidak menyadari pentingnya gizi mereka sendiri. Misalnya, 81% perempuan hamil menerima atau membeli tablet besi-folat pada tahun 2010, tetapi hanya 18% yang mengkonsumsi tablet sebagaimana direkomendasikan minimal selama 90 hari selama masa kehamilan (Unicef, 2012).

Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan
Atas dasar itulah pada tahun 2012 PBB resmi membuat Scale Up Nutrition (SUN) Movement yang meluas ke berbagai negara berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, gerakan ini bernama Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Angka 1000 berasal dari 270 hari masa kehamilan ditabah 730 hari usia baduta. Gerakan ini diresmikan dengan diluncurkannya panduan Gerakan 1000 HPK pada Oktober 2012 yang lalu. Dalam panduan tersebut telah dirancang panduan perencanaan kegiatan untuk intervensi gizi yang terdiri dari intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi gizi sensitif yaitu intervensi berupa kegiatan di luar sektor kesehatan yang berperan penting dalam perbaikan gizi masyarakat.. Sedangkan intervensi gizi spesifik yaitu intervensi langsung berupa kegiatan untuk menangani masalah gizi yang pada umumnya dilakukan di sektor kesehatan sejak masa janin dengan sasaran ibu hamil (Depkes, 2012).

Gambar 3. Penyebab Masalah Gizi beserta Intervensi Sensitif dan Spesifik

 Suplementasi Tablet Besi-Folat
Ibu hamil membutuhkan zat besi dan asam folat tambahan untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka sendiri serta janin yang sedang berkembang. Kekurangan zat besi dan asam folat selama kehamilan dapat berdampak negatif dan berpotensi mengganggu kesehatan ibu, kehamilannya, serta perkembangan janin (WHO, 2012). Konsentrasi hemoglobin rendah menunjukkan anemia sedang atau berat selama kehamilan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur, angka kematian ibu dan anak, dan penyakit menular. WHO merekomendasikan suplementasi tablet besi dan asam folat harian sebagai bagian dari perawatan antenatal untuk mengurangi risiko berat badan lahir rendah, anemia ibu dan kekurangan zat besi (WHO, 2012).
Zat besi dibutuhkan dalam pembentukan hemoglobin untuk mencegah anemia (Fanny dkk, 2012). Sedangkan folat berperan penting dalam metabolisme karbon, untuk fisiologis sintesis asam nukleat, pembelahan sel, regulasi ekspresi gen, metabolisme asam amino dan sintesis neurotransmitter. Selama kehamilan,  peningkatan asupan folat diperlukan untuk proliferasi sel yang cepat dan pertumbuhan jaringan rahim dan plasenta, pertumbuhan janin dan penambahan volume darah ibu. Pentingnya pasokan folat yang memadai selama masa kehamilan mempengaruhi status folat ibu dan kekurangan folat dapat mengakibatkan kecacatan neural tube defects (NTDs) dan malformasi kongenital lainnya (Zerfu dkk, 2013).

Penelitian oleh Stewart, dkk (2009) menyatakan bahwa suplementasi yang dilengkapi dengan zinc pada masa antenatal dapat mendukung pertumbuhan anak. Penelitian tersebut membandingkan suplementasi asam folat + besi, asam folat + zat besi + zinc, dan formula multiple micronutrient dan hasilnya suplementasi pada ibu hamil dengan asam folat + zat besi + zinc berhasil menaikkan rata-rata tinggi dan mengurangi rata-ratatriceps skinfold thickness, subscaular thickness, dan arm fat area. Kombinasi mikronutrien lain, termasuk formula multiple micronutrient tidak menunjukkan pengaruh besar pada pertumbuhan (Stewart dkk, 2009).
Pada sebuah review oleh Zerfu (2013) menyebutkan bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan di berbagai tempat membuktikan bahwa suplementasi multielemen membawa manfaat bagi ibu hamil, janin, bahkan hingga masa kanak-kanak dibanding hanya dengan suplementasi besi-folat saja. Namun masih ada variasi hasil terkait efek MMN terhadap kelahiran premature, SGA, dan kematian bayi. Maka, masih dibutuhkan penelitian tentang variasi kombinasi dan dosis suplementasi mikronutrien pada area dengan prevalensi malnutrisi yang tinggi.

Pengalaman Pelaksanaan Program Distribusi Suplementasi Tablet Besi-Folat
1.    Gambia, prevalensi anemia dan defisiensi besi pada wanita berkurang secara signifikan dan peningkatan berat lahir rata-rata sebesar 56 g.
2.    Indonesia mencapai 31% penurunan anemia pada kehamilan.
3.    Nepal, cakupan suplementasi tablet besi-folat untuk trimester kedua meningkat dari 27% menjadi 73% hanya dalam tiga tahun.
4.    Nikaragua, mampu mengurangi tingkat anemia nasional pada wanita dari 23,7% menjadi 11,2% dalam lima tahun.

Kunci Sukses Program Distribusi Suplementasi Tablet Besi-Folat
1.    Memastikan pasokan komoditas yang memadai melalui peningkatan manajemen logistik dan sistem pengiriman.
2.    Membangun dan memperkuat mekanisme untuk distribusi masyarakat secara langsung kepada perempuan untuk meningkatkan akses.
3.    Memberikan pelatihan berkualitas dan pengawasan bagi pekerja dari masyarakat.
4.    Mempromosikan perubahan perilaku komunikasi melalui kampanye komunikasi yang ditargetkan dengan kunci tertentu pesan untuk meningkatkan permintaan dan kepatuhan.

Kesimpulan
Intervensi untuk menurunkan anak pendek harus dimulai secara tepat sebelum kelahiran, dengan pelayanan pranatal dan gizi ibu, dan berlanjut hingga usia dua tahun. Proses untuk menjadi seorang anak bertubuh pendek – yang disebut kegagalan pertumbuhan (growth faltering) - dimulai dalam dalam rahim, hingga usia dua tahun. Pada saat anak melewati usia dua tahun, sudah terlambat untuk memperbaiki kerusakan pada tahun-tahun awal. Oleh karena itu, status kesehatan dan gizi ibu merupakan penentu penting tubuh pendek pada anak-anak.


 

DAFTAR PUSTAKA
Cohen, dkk. 2008. Consensus statement on the diagnosis and treatment of children with idiopathic short stature: a summary of the Growth Hormone Research Society, the Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society, and the European Society for Paediatric Endocrinology Workshop. J Clin Endocrinol Metab. Nov;93(11):4210-7. doi: 10.1210/jc.2008-0509. Epub 2008 Sep 9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18782877 Diakses tanggal 8 Januari 2014
Am J Clin Nutr 2009;90:132–40
2008