Di awal
tahun ini Indonesia dihadiahi kado yang kurang menyenangkan dari dunia gizi.
Bagaimana tidak? Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa proporsi anak pendek dan
sangat pendek di Indonesia usia balita mencapai angka 37,2%. Bila dibandingkan
dengan Riskesdas 2010, maka ada kenaikan 1,6% dari proporsi pada tahun 2010
yaitu 35,6% (Riskesdas, 2013). Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih
memiliki pekerjaan besar untuk mencapai target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJMN) pada 2014, yaitu <32% (Depkes, 2012). Istilah anak pendek
dan sangat pendek sendiri sebenarnya didefinisikan sebagai anak yang tinggi
badannya pada usia tertentu lebih rendah dari standart WHO yang disepakati
sebagai patokan secara universal. Pendek yaitu bila TB/U <-3SD s.d -2SD,
sedangkan sangat pendek berarti TB/U <-3SD.
![]() |
Gambar 1.
Kecenderungan Nasional 2007-2013 : Proporsi Pendek pada Balita
(Riskesdas, 2013)
|
Faktor Penyebab
Banyak
faktor yang menjadi penyebab seorang anak tidak bisa mencapai tinggi badan
optimal menurut usianya yang digolongkan dalam 3 (tiga) kategori yaitu penyakit
kronis (termasuk kelainan genetik terkait gizi), keturunan berperawakan pendek,
keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan (Cohen, 2008). Keadaan ini
menyebabkan anak kekurangan gizi sejak dalam kandungan (janin), bayi, hingga
berlangsung terus hingga sampai usia 2 tahun (Soekirman, 2012). Periode
ini disebut periode emas/golden period atau disebut juga sebagai waktu
yang kritis, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi kerusakan
yang bersifat permanen/window of opportunity (Depkes, 2012).
![]() |
Gambar 2. Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang Akibat Gangguan Gizi pada Masa Janin dan Anak-Anak (Rajagopalan, 2003) |
Pendek atau
stunting merupakan dampak jangka
panjang dari gangguan gizi semasa janin, masalah ini juga ditentukan oleh
status gizi ibu. Data nasional tentang gizi ibu sangat tidak tersedia, namun
berat lahir rendah dan anemia memberikan sebuah indikasi adanya gangguan
pemenuhan gizi. Berat anak saat lahir merupakan akibat langsung dari status
kesehatan dan gizi ibu sebelum dan selama kehamilan. Secara nasional, proporsi
anak dengan berat badan lahir rendah pada tahun 2013 masih pada angka 10,2%.
Sedangkan anemia juga merupakan masalah yang mempengaruhi 37,1% ibu hamil di
Indonesia (Riskesdas, 2013).
Ilmu
pengetahuan mutakhir dan diakui oleh lembaga-lembaga PBB, faktor utama pendek
adalah lingkungan yang tidak mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak
sejak dalam janin. Faktor lingkungan yang dominan di negara berkembang dan
miskin adalah kekurangan gizi dan penyakit infeksi (Soekirman, 2012). Faktor
lingkungan yang lebih luas yang mendorong terjadinya faktor di atas adalah
faktor kemiskinan, merokok, gizi tidak seimbang, rendahnya pendidikan wanita,
masalah gender, rendahnya kualitas lingkungan hidup, tidak tersedia air bersih,
banyak anak, rendahnya kualitas pengasuhan anak, perempuan kawin usia muda,
tidak adanya layanan gizi dan kesenatan dasar yang tepat dan efektif. Berbagai
faktor tersebut menjadi penyebab sepertiga sampai separuh ibu hamil sejak awal
kehamilan kekurangan gizi dan tidak sehat.
Masalah
anak pendek dan gizi ibu tidak mudah dilihat, pada umumnya orang tidak tahu
bahwa masalah gizi merupakan sebuah masalah, kecuali kasus gizi kurang yang
secara nyata menampakkan anak yang sangat kurus (Unicef, 2012).
Pada
umumnya, orang tidak menyadari pentingnya gizi selama kehamilan dan dua tahun
pertama kehidupan. Perempuan tidak menyadari pentingnya gizi mereka sendiri.
Misalnya, 81% perempuan hamil menerima atau membeli tablet besi-folat pada
tahun 2010, tetapi hanya 18% yang mengkonsumsi tablet sebagaimana
direkomendasikan minimal selama 90 hari selama masa kehamilan (Unicef, 2012).
Gerakan
1000 Hari Pertama Kehidupan
Atas dasar
itulah pada tahun 2012 PBB resmi membuat Scale
Up Nutrition (SUN) Movement yang
meluas ke berbagai negara berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia,
gerakan ini bernama Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Angka 1000
berasal dari 270 hari masa kehamilan ditabah 730 hari usia baduta. Gerakan ini
diresmikan dengan diluncurkannya panduan Gerakan 1000 HPK pada Oktober 2012
yang lalu. Dalam panduan tersebut telah dirancang panduan perencanaan kegiatan
untuk intervensi gizi yang terdiri dari intervensi spesifik dan sensitif.
Intervensi gizi sensitif yaitu intervensi berupa kegiatan di luar sektor
kesehatan yang berperan penting dalam perbaikan gizi masyarakat.. Sedangkan
intervensi gizi spesifik yaitu intervensi langsung berupa kegiatan untuk
menangani masalah gizi yang pada umumnya dilakukan di sektor kesehatan sejak
masa janin dengan sasaran ibu hamil (Depkes, 2012).
![]() |
Gambar 3. Penyebab Masalah Gizi beserta Intervensi Sensitif dan Spesifik |
Suplementasi Tablet Besi-Folat
Ibu hamil membutuhkan
zat besi dan asam folat tambahan untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka sendiri serta
janin yang sedang berkembang. Kekurangan zat besi dan asam folat selama
kehamilan dapat berdampak negatif dan berpotensi mengganggu kesehatan ibu, kehamilannya,
serta perkembangan janin (WHO, 2012). Konsentrasi hemoglobin rendah menunjukkan anemia sedang atau berat selama kehamilan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran
prematur, angka kematian ibu dan anak, dan penyakit menular. WHO merekomendasikan suplementasi tablet besi dan asam folat harian sebagai
bagian dari perawatan antenatal untuk mengurangi risiko berat badan lahir
rendah, anemia ibu dan kekurangan zat besi (WHO, 2012).
Zat besi
dibutuhkan dalam pembentukan hemoglobin untuk mencegah anemia (Fanny dkk,
2012). Sedangkan folat berperan penting dalam metabolisme karbon, untuk
fisiologis sintesis asam nukleat, pembelahan sel, regulasi ekspresi gen,
metabolisme asam amino dan sintesis neurotransmitter. Selama kehamilan, peningkatan asupan folat diperlukan untuk
proliferasi sel yang cepat dan pertumbuhan jaringan rahim dan plasenta,
pertumbuhan janin dan penambahan volume darah ibu. Pentingnya pasokan folat yang memadai selama masa
kehamilan mempengaruhi status folat ibu dan kekurangan
folat dapat mengakibatkan kecacatan neural
tube defects (NTDs) dan malformasi kongenital lainnya (Zerfu dkk,
2013).
Penelitian oleh
Stewart, dkk (2009) menyatakan bahwa suplementasi yang dilengkapi dengan zinc
pada masa antenatal dapat mendukung pertumbuhan anak. Penelitian tersebut
membandingkan suplementasi asam folat + besi, asam folat + zat besi + zinc, dan
formula multiple micronutrient dan
hasilnya suplementasi pada ibu hamil dengan asam folat + zat besi + zinc berhasil
menaikkan rata-rata tinggi dan mengurangi rata-ratatriceps skinfold thickness,
subscaular thickness, dan arm fat area. Kombinasi mikronutrien lain, termasuk
formula multiple micronutrient tidak menunjukkan pengaruh besar pada
pertumbuhan (Stewart dkk, 2009).
Pada sebuah
review oleh Zerfu (2013) menyebutkan bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan
di berbagai tempat membuktikan bahwa suplementasi multielemen membawa manfaat
bagi ibu hamil, janin, bahkan hingga masa kanak-kanak dibanding hanya dengan suplementasi
besi-folat saja. Namun masih ada variasi hasil terkait efek MMN terhadap
kelahiran premature, SGA, dan kematian bayi. Maka, masih dibutuhkan penelitian
tentang variasi kombinasi dan dosis suplementasi mikronutrien pada area dengan
prevalensi malnutrisi yang tinggi.
Pengalaman Pelaksanaan
Program Distribusi Suplementasi Tablet Besi-Folat
1. Gambia, prevalensi anemia dan defisiensi besi pada wanita berkurang secara
signifikan dan peningkatan berat lahir rata-rata sebesar 56 g.
2. Indonesia mencapai 31% penurunan anemia pada
kehamilan.
3. Nepal, cakupan
suplementasi tablet besi-folat untuk
trimester kedua meningkat dari 27% menjadi 73% hanya dalam tiga
tahun.
4. Nikaragua, mampu mengurangi tingkat anemia nasional pada wanita dari 23,7% menjadi 11,2% dalam lima tahun.
Kunci Sukses Program Distribusi Suplementasi Tablet Besi-Folat
1. Memastikan pasokan komoditas
yang memadai melalui peningkatan manajemen logistik dan sistem pengiriman.
2. Membangun dan memperkuat mekanisme untuk distribusi masyarakat secara langsung kepada perempuan untuk meningkatkan akses.
3. Memberikan pelatihan berkualitas dan pengawasan bagi pekerja dari masyarakat.
4. Mempromosikan perubahan perilaku komunikasi melalui kampanye komunikasi yang ditargetkan dengan kunci tertentu pesan
untuk
meningkatkan permintaan dan kepatuhan.
Kesimpulan
Intervensi untuk menurunkan anak pendek harus dimulai secara tepat
sebelum kelahiran, dengan pelayanan pranatal dan gizi ibu, dan berlanjut hingga
usia dua tahun. Proses untuk menjadi seorang anak bertubuh pendek – yang disebut
kegagalan pertumbuhan (growth faltering) - dimulai dalam dalam rahim, hingga
usia dua tahun. Pada saat anak melewati usia dua tahun, sudah terlambat untuk
memperbaiki kerusakan pada tahun-tahun awal. Oleh karena itu, status kesehatan dan
gizi ibu merupakan penentu penting tubuh pendek pada anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, dkk. 2008. Consensus statement on the diagnosis and
treatment of children with idiopathic short stature: a summary of the Growth
Hormone Research Society, the Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society, and
the European Society for Paediatric Endocrinology Workshop. J Clin Endocrinol Metab. Nov;93(11):4210-7.
doi: 10.1210/jc.2008-0509. Epub 2008 Sep 9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18782877 Diakses tanggal 8 Januari 2014
Cohen P, Rogol AD, Deal CL, Saenger P, Reiter EO, Ross JL, Chernausek SD, Savage MO, Wit JM; 2007 ISS Consensus Workshop participants.
Am J Clin Nutr 2009;90:132–40
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar