Rabu, 12 Juni 2013

Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Mellitus tipe 2


1.1.  DIABETES MELLITUS TIPE 2
1.1.1. Pengertian
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat (Depkes RI, 2005).
Tabel 3.3 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

Glukosa Plasma
Puasa
Glukosa Plasma
2 jam setelah makan
Normal
<100 mg/dL
<140 mg/dL
Pra Diabetes
100-125 mg/dL
-
IFG atau IGT
-
140-199 mg/dL
Diabetes
≥126 mg/dL
≥200 mg/dL

1.1.2. Etiologi
Etiologi DM tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2 (Depkes RI, 2005). 
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, di samping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin” (Depkes RI, 2005).
Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan (Depkes RI, 2005). 
Di samping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel  β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin (Depkes RI, 2005).
Sel-sel  β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel  β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya  sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel  β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen (Depkes RI, 2005).
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin. Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok:
a.    Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal
b.    Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia (Chemical Diabetes)
c.    Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa  < 140 mg/dL)
d.    Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140 mg/dL). 

Tabel 3.4 Perbandingan Perbedaan DM tipe 1 dan 2

DM tipe 1
DM tipe 2
Mula muncul
Umumnya masa kanak-kanak dan remaja, walaupun ada juga pada masa dewasa < 40 tahun
Pada usia tua, umumnya
> 40 tahun
Keadaan klinis saat diagnosis
Berat
Ringan
Kadar insulin darah
Rendah, tak ada
Cukup tinggi, normal
Berat badan
Biasanya kurus
Gemuk atau normal
Pengelolaan yang disarankan
Terapi insulin, diet, olahraga
Diet, olahraga, hipoglikemik oral
 
1.1.3. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko untuk diabetes melitus, terutama untuk DM Tipe 2, dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini.
Tabel 3.5 Faktor Resiko Diabetes Mellitus
Riwayat
Diabetes dalam keluarga
Diabetes Gestasional
Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg
Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome)
IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired
glucose tolerance)
Obesitas
>120% berat badan ideal
Umur
20-59 tahun     : 8,7%
>65 tahun        : 18%
Hipertensi
>140/90 mmHg
Hiperlipidemia
Kadar HDL rendah < 35 mg/dL
Kadar lipid darah tinggi >250 mg/dL
Faktor-faktor lain
Kurang olahraga
Pola makan rendah serat

1.1.4. Gejala Klinik
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (Depkes RI, 2005).
Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes RI, 2005).

1.1.5. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus diwaspadai (Depkes RI, 2005).
Hipoglikemia  
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin. Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:
·         Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)
·         Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli gizi
·         Berolah raga terlalu berat
·         Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya
·         Minum alkohol
·         Stress
·         Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia 
Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:
·         Dosis insulin yang berlebihan
·         Saat pemberian yang tidak tepat
·         Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik berlebihan 
·         Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap insulin, misalnya gangguan fungsi adrenal atau hipofisis

Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu.
Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina.
Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain  Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome.
Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar resikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.

Komplikasi Mikrovaskular
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain  retinopati, nefropati,  dan  neuropati.
Di samping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda resiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes.
Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan resiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%.

1.1.6. Penatalaksanaan Diabetes
Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
       Karbohidrat : 60-70%
       Protein : 10-15%
       Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.  Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Di samping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa resiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral. 

Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat  CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa. 

Terapi Obat
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe 2. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a.    Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan  sulfonilurea dan glinida (meglitinida  dan turunan fenilalanin).
b.    Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
c.    Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.



Tabel 3.6 Golongan Senyawa Hipoglikemik Oral
Golongan
Contoh Senyawa
Mekanisme Kerja
Efek Samping
Sulfonilurea
Gliburida/ Glibenklamida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang
Gangguan saluran cerna : mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit

Glikuidon
sel-sel β pankreasnya masih
berfungsi dengan baik
kepala. Gangguan SSP dan hematologic.
Meglitinida
Repaglinide
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas
keluhan saluran
cerna
Turunan
fenilalanin 
Nateglinide
Meningkatkan kecepatan sintesi
insulin oleh pankreas
keluhan infeksi saluran nafas atas (ISPA)
Biguanida
Metformin
Bekerja langsung pada hati (hepar),  menurunkan produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin
oleh kelenjar pankreas.
nausea, muntah, kadang-kadang diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat
Tiazolidindion (TZD)
Rosiglitazone
Troglitazone
Pioglitazone
Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin




Golongan
Contoh Senyawa
Mekanisme Kerja
Efek Samping
Inhibitor α-
Glukosidase
Acarbose
Miglitol
Menghambat kerja enzim-enzim pencenaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah
perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung
lebih lama.

GLIMEPIRIDE
.: Farmakologi :.
Glimepiride bekerja terutama menurunkan kadar glukosa darah dengan perangsangan sekresi insulin dari sel beta pankreas yang masih berfungsi. Selain itu, aktivitas sulfonilurea seperti glimipiride dapat juga melalui efek ekstra pankreas, hal ini didukung oleh studi preklinis dan klinis yang menunjukkan bahwa pemberian glimipiride dapat meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin.
.: Indikasi :.
DM tipe 2 dimana kadar glukosa darah tidak dapat hanya dikontrol dengan diet dan olahraga saja.
.: Kontra Indikasi :.
·       Hipersensitivitas
·       Pasien ketoasidosis diabetik, dengan atau tanpa koma
.: Peringatan dan Perhatian :.
Hipoglikemia: Tidak terkendalinya kadar glukosa darah: Bila seorang pasien, yang kondisi penyakit DMnya stabil dengan menggunakan regimen antidiabetik tertentu, terpapar stress seperti demam, trauma, infeksi, pembedahan, kadar gluosa darah bisa tidak terkendali. Dalam keadaan seperti ini, dibutuhkan kombinasi insulin dengan glimipiride atau pengobatan tunggal dengan insulin.
.: Efek Samping :.
·      Gangguan pada saluran cerna seperti muntah, nyeri lambung dan diare (<1%).
·      Reaksi alergi seperti pruritus, erythema, urtikaria, erupsi morbiliform atau maculopapular, reaksi ini bersifat sementara dan akan hilang meskipun penggunaan glimipiride dilanjutkan, jika tetap terjadi maka penggunaan glimepiride harus dihentikan (<1%).
·      Gangguan metabolisme berupa hiponatremia.
·      Perubahan pada akomodasi dan/atau kaburnya penglihatan mungkin terjadi pada penggunaan glimepiride (plasebo 0,7%, glimepiride 0,4%).
·      Reaksi hematologik seperti leukopenia, agranulositosis, trombositopenia, anemia hemolitik, anemia aplastik, dan pansitopenia dilaporkan terjadi pada penggunaan sulfonilurea.
.: Penggunaan bersama Makanan :.
·      Makanan umumnya tidak mempengaruhi absorpsi glimepirid
·      Berikan saat sarapan
·      Minum kira-kira 30 menit sebelum makan untuk meningkatkan efektivitas 
·      Hindari alkohol, alkohol mungkin dapat menyebabkan hipoglikemia dan menginduksi reaksi flushing

METFORMIN
.: Farmakologi :.
Meftormin merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang tersubsitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride. Mekanisme kerja Metformin antara lain :
·       Metformin merupakan zat antihiperglikemik oral golongan biguanid. Mekanisme kerja Metformin menurunkan kadar gula darah dan tidak meningkatkan sekresi insulin.
·       Metformin tidak mengalami metabolisme di hati, diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah terutama dalam air kemih dan sejumlah kecil dalam tinja.
.: Indikasi :.
·       Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja.
·       Dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dapat diberikan sebagai obat kombinasi dengan Sulfonilurea.
·       Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin yang simptomnya sulit dikontrol.

.: Kontra Indikasi :.
·       Koma diabetik dan ketoasidosis.
·       Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama dieksresi melalui ginjal.
·       Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonal, riwayat laktat asidosis, dan keadaan yang ditandai dengan hipoksemia.
·       Hipersensitif tehadap obat ini.
·       Kehamilan dan menyusui.
.: Efek Samping :.
·       Metformin dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila metformin diberikan bersama makanan atau dengan mengurangi dosis secara temporer. Biasanya efek samping telah lenyap pada saat diabetes dapat dikontrol.
·       Bila tampak gejala-gejala intoleransi, penggunaan Metformin tidak perlu langsung dihentikan, biasanya efek samping demikian tersebut akan hilang pada penggunaan selanjutnya.
·       Anoreksia, mual, muntah, diare.
·       Berkurangnya absorbsi vitamin B12.
.: Over Dosis :.
·       Gejala-gejala : hipoglikemia dapat terjadi bila diberikan bersama Sulfonilurea, Insulin atau alkohol. Pada dosis berlebih dapat terjadi asidosis.
·       Cara penanggulangan : Terapi penunjang dapat diberikan secara intensif terutama memperbaiki hilangnya cairan dan gangguan metabolik.
.: Peringatan dan Perhatian :.
·       Hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
·       Tidak dianjurkan penggunaan pada kondisi dimana menyebabkan dehidrasi atau pada penderita yang baru sembuh dari infeksi serius atau taruma.
·       Dianjurkan pemeriksaan berkala kadar B12 pada penggunaan jangka panjang.
·       Oleh karena adanya kemungkinan terjadinya hipoglikemia pada penggunaan kombinasi dengan Sulfonilurea, kadar gula dalam darah harus dimonitor.
·       Pada pengobatan kombinasi Metformin dan insulin, sebaiknya dilakukan di rumah sakit agar tercapai rasio kombinasi pada kedua obat dengan mantap.
·       Hati-hati pemberian pada pasien usia lanjut yang mempunyai gangguan fungsi ginjal.
·       Tidak direkomendasikan penggunaan pada anak-anak.
.: Penggunaan bersama Makanan :.
·      Minum bersama makanan untuk menghindari gangguan pada perut (gastrointestinal upset)
·      Mungkin mengalami diare ringan dan kembung (bloatedness) 
·      Apabila diminum bersamaan dengan sulfonylurea atau insulin, penderita perlu diingatkan kemungkinan  terjadinya hipoglikemia
·      Hindari alkohol
·      Makanan dapat menurunkan absorpsi dan memperpanjang waktu absorpsi metformin

Terapi Kombinasi Obat Hipoglikemik Oral
Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar