1.1. DIABETES
MELLITUS TIPE 2
1.1.1. Pengertian
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu
penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum,
lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2
mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia
di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja
dan anak-anak populasinya meningkat (Depkes RI, 2005).
Tabel 3.3 Kriteria Diagnosis Diabetes
Mellitus
|
Glukosa
Plasma
Puasa
|
Glukosa
Plasma
2 jam setelah makan
|
Normal
|
<100 mg/dL
|
<140 mg/dL
|
Pra
Diabetes
|
100-125 mg/dL
|
-
|
IFG
atau IGT
|
-
|
140-199 mg/dL
|
Diabetes
|
≥126 mg/dL
|
≥200 mg/dL
|
1.1.2. Etiologi
Etiologi DM tipe 2 merupakan multifaktor yang belum
sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup
besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi
lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Obesitas atau kegemukan
merupakan salah satu faktor pradisposisi utama. Penelitian terhadap mencit dan
tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab
terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM
Tipe 2 (Depkes RI, 2005).
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2,
terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin
yang cukup di dalam darahnya, di samping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi,
awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin” (Depkes
RI, 2005).
Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup
kurang gerak (sedentary), dan penuaan (Depkes RI, 2005).
Di samping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2
dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang
terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada
penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam
penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin (Depkes RI,
2005).
Sel-sel β kelenjar
pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin
terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar
20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin
fase pertama, artinya sekresi insulin
gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik,
pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami
kerusakan sel-sel β pankreas yang
terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen (Depkes RI,
2005).
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM
Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin. Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2
dapat dibagi menjadi 4 kelompok:
a.
Kelompok
yang hasil uji toleransi glukosanya normal
b.
Kelompok
yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia
(Chemical Diabetes)
c.
Kelompok
yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140 mg/dL)
d.
Kelompok
yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa >
140 mg/dL).
Tabel 3.4 Perbandingan
Perbedaan DM tipe 1 dan 2
|
DM
tipe 1
|
DM
tipe 2
|
Mula
muncul
|
Umumnya masa kanak-kanak
dan remaja, walaupun ada juga pada masa dewasa < 40 tahun
|
Pada
usia tua, umumnya
>
40 tahun
|
Keadaan
klinis saat diagnosis
|
Berat
|
Ringan
|
Kadar
insulin darah
|
Rendah,
tak ada
|
Cukup
tinggi, normal
|
Berat
badan
|
Biasanya
kurus
|
Gemuk
atau normal
|
Pengelolaan
yang disarankan
|
Terapi
insulin, diet, olahraga
|
Diet,
olahraga, hipoglikemik oral
|
1.1.3. Faktor
Resiko
Beberapa
faktor resiko untuk diabetes melitus, terutama untuk DM Tipe 2, dapat dilihat
pada Tabel 3.5 berikut ini.
Tabel 3.5 Faktor Resiko
Diabetes Mellitus
Riwayat
|
Diabetes dalam keluarga
Diabetes Gestasional
Melahirkan bayi dengan
berat badan >4 kg
Kista ovarium
(Polycystic ovary syndrome)
IFG (Impaired fasting
Glucose) atau IGT (Impaired
glucose tolerance)
|
Obesitas
|
>120% berat badan
ideal
|
Umur
|
20-59
tahun : 8,7%
>65
tahun : 18%
|
Hipertensi
|
>140/90
mmHg
|
Hiperlipidemia
|
Kadar
HDL rendah < 35 mg/dL
Kadar
lipid darah tinggi >250 mg/dL
|
Faktor-faktor
lain
|
Kurang
olahraga
Pola
makan rendah serat
|
1.1.4. Gejala
Klinik
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian
ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes.
Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria
(sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak
makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,
koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki,
timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat
badan menurun tanpa sebab yang jelas (Depkes RI, 2005).
Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir
tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru
dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi
sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar
sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah
dan syaraf (Depkes RI, 2005).
1.1.5. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat
menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa
komplikasi yang sering terjadi dan harus diwaspadai (Depkes RI, 2005).
Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis
penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam
(pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat,
sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan
otak dan akhirnya kematian. Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita
kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan
gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa
darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi
sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Pada penderita diabetes tipe
2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat
terapi insulin. Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi
apabila penderita:
·
Lupa
atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)
·
Makan
terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli gizi
·
Berolah
raga terlalu berat
·
Mengkonsumsi
obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya
·
Minum
alkohol
·
Stress
·
Mengkonsumsi
obat-obatan lain yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia
Disamping
penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita
mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:
·
Dosis
insulin yang berlebihan
·
Saat
pemberian yang tidak tepat
·
Penggunaan
glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik berlebihan
·
Faktor-faktor
lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap insulin, misalnya
gangguan fungsi adrenal atau hipofisis
Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah
melonjak secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh
stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu.
Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia,
polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila
diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah.
Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti
gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina.
Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang
menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal
dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula
darah yang ketat.
Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang
pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease
= CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral
vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi
pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini
adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan
atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular
dikenal dengan berbagai nama, antara lain
Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau
Insulin Resistance Syndrome.
Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar resikonya
pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus
dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol
dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya
tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur
gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi
seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan
lain sebagainya.
Komplikasi Mikrovaskular
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang
terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin
lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal
inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara
lain retinopati, nefropati, dan
neuropati.
Di samping karena kondisi hiperglikemia, ketiga
komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat
terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda resiko
komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk
perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan
diabetes.
Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau
memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan
pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan
menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai
dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan resiko timbulnya
komplikasi mikrovaskular sampai 60%.
1.1.6. Penatalaksanaan
Diabetes
Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut:
•
Karbohidrat
: 60-70%
•
Protein
: 10-15%
•
Lemak
: 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status
gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam
salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status
DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan
tambahan waktu harapan hidup.Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan
juga sebaiknya diperhatikan.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan
melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan
nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam
lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam
(terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes,
diusahakan paling tidak 25 g per hari. Di samping akan menolong menghambat
penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga
dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa resiko
masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur
dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat
dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai
untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga
ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi
kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval,
Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85%
denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau
lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini
paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan
pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan
memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan
juga meningkatkan penggunaan glukosa.
Terapi Obat
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk
membantu penanganan pasien DM Tipe 2. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang
tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat
keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat
dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis
obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang
ada.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik
oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a.
Obat-obat
yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea dan glinida
(meglitinida dan turunan fenilalanin).
b.
Sensitiser
insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin),
meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang
dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
c.
Inhibitor
katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan
hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.
Tabel 3.6 Golongan
Senyawa Hipoglikemik Oral
Golongan
|
Contoh
Senyawa
|
Mekanisme
Kerja
|
Efek
Samping
|
Sulfonilurea
|
Gliburida/ Glibenklamida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
|
Merangsang sekresi
insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes
yang
|
Gangguan saluran cerna :
mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit
|
|
Glikuidon
|
sel-sel β pankreasnya
masih
berfungsi dengan baik
|
kepala. Gangguan SSP dan
hematologic.
|
Meglitinida
|
Repaglinide
|
Merangsang sekresi
insulin di kelenjar pankreas
|
keluhan saluran
cerna
|
Turunan
fenilalanin
|
Nateglinide
|
Meningkatkan kecepatan
sintesi
insulin
oleh pankreas
|
keluhan infeksi saluran
nafas atas (ISPA)
|
Biguanida
|
Metformin
|
Bekerja langsung pada
hati (hepar), menurunkan produksi
glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin
oleh
kelenjar pankreas.
|
nausea, muntah,
kadang-kadang diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat
|
Tiazolidindion
(TZD)
|
Rosiglitazone
Troglitazone
Pioglitazone
|
Meningkatkan kepekaan
tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator
activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan
resistensi insulin
|
|
Golongan
|
Contoh
Senyawa
|
Mekanisme
Kerja
|
Efek
Samping
|
Inhibitor α-
Glukosidase
|
Acarbose
Miglitol
|
Menghambat kerja
enzim-enzim pencenaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat
absorpsi glukosa ke dalam darah
|
perut kurang enak, lebih
banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan
berlangsung
lebih
lama.
|
GLIMEPIRIDE
.: Farmakologi :.
.: Farmakologi :.
Glimepiride
bekerja terutama menurunkan kadar glukosa darah dengan perangsangan sekresi
insulin dari sel beta pankreas yang masih berfungsi. Selain itu, aktivitas
sulfonilurea seperti glimipiride dapat juga melalui efek ekstra pankreas, hal
ini didukung oleh studi preklinis dan klinis yang menunjukkan bahwa pemberian
glimipiride dapat meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin.
.: Indikasi :.
DM tipe 2 dimana kadar glukosa darah tidak
dapat hanya dikontrol dengan diet dan olahraga saja.
.: Kontra Indikasi :.
·
Hipersensitivitas
·
Pasien ketoasidosis diabetik, dengan
atau tanpa koma
.: Peringatan dan Perhatian :.
Hipoglikemia: Tidak terkendalinya kadar glukosa
darah: Bila seorang pasien, yang kondisi penyakit DMnya stabil dengan
menggunakan regimen antidiabetik tertentu, terpapar stress seperti demam,
trauma, infeksi, pembedahan, kadar gluosa darah bisa tidak terkendali. Dalam
keadaan seperti ini, dibutuhkan kombinasi insulin dengan glimipiride atau
pengobatan tunggal dengan insulin.
.: Efek Samping :.
·
Gangguan pada saluran cerna seperti
muntah, nyeri lambung dan diare (<1%).
·
Reaksi alergi seperti pruritus,
erythema, urtikaria, erupsi morbiliform atau maculopapular, reaksi ini bersifat
sementara dan akan hilang meskipun penggunaan glimipiride dilanjutkan, jika
tetap terjadi maka penggunaan glimepiride harus dihentikan (<1%).
·
Gangguan metabolisme berupa
hiponatremia.
·
Perubahan pada akomodasi dan/atau
kaburnya penglihatan mungkin terjadi pada penggunaan glimepiride (plasebo 0,7%,
glimepiride 0,4%).
·
Reaksi hematologik seperti leukopenia,
agranulositosis, trombositopenia, anemia hemolitik, anemia aplastik, dan
pansitopenia dilaporkan terjadi pada penggunaan sulfonilurea.
.: Penggunaan bersama Makanan :.
·
Makanan
umumnya tidak mempengaruhi absorpsi glimepirid
·
Berikan saat sarapan
·
Minum kira-kira 30 menit sebelum
makan untuk meningkatkan efektivitas
·
Hindari alkohol, alkohol mungkin
dapat menyebabkan hipoglikemia dan menginduksi reaksi flushing
METFORMIN
.: Farmakologi :.
Meftormin merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari
golongan sulfonilurea baik secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat
ini merupakan suatu biguanida yang tersubsitusi rangkap yaitu Metformin
(dimethylbiguanide) Hydrochloride. Mekanisme kerja Metformin antara lain :
·
Metformin merupakan zat
antihiperglikemik oral golongan biguanid. Mekanisme kerja Metformin menurunkan
kadar gula darah dan tidak meningkatkan sekresi insulin.
·
Metformin tidak mengalami
metabolisme di hati, diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah terutama
dalam air kemih dan sejumlah kecil dalam tinja.
.: Indikasi :.
·
Untuk terapi pada pasien diabetes
yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat badan dimana kadar gula tidak
bisa dikontrol dengan diet saja.
·
Dapat dipakai sebagai obat tunggal
atau dapat diberikan sebagai obat kombinasi dengan Sulfonilurea.
·
Untuk terapi tambahan pada penderita
diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin yang simptomnya sulit
dikontrol.
.: Kontra Indikasi :.
·
Koma diabetik dan ketoasidosis.
·
Gangguan fungsi ginjal yang serius,
karena semua obat-obatan terutama dieksresi melalui ginjal.
·
Penyakit hati kronis, kegagalan
jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit kronik atau akut yang
berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan dengan laktat
asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonal, riwayat laktat asidosis, dan
keadaan yang ditandai dengan hipoksemia.
·
Hipersensitif tehadap obat ini.
·
Kehamilan dan menyusui.
.: Efek Samping :.
·
Metformin dapat diterima baik oleh
pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang biasanya bersifat
sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila metformin diberikan bersama
makanan atau dengan mengurangi dosis secara temporer. Biasanya efek samping
telah lenyap pada saat diabetes dapat dikontrol.
·
Bila tampak gejala-gejala
intoleransi, penggunaan Metformin tidak perlu langsung dihentikan, biasanya
efek samping demikian tersebut akan hilang pada penggunaan selanjutnya.
·
Anoreksia, mual, muntah, diare.
·
Berkurangnya absorbsi vitamin B12.
.: Over Dosis :.
·
Gejala-gejala : hipoglikemia dapat
terjadi bila diberikan bersama Sulfonilurea, Insulin atau alkohol. Pada dosis
berlebih dapat terjadi asidosis.
·
Cara penanggulangan : Terapi
penunjang dapat diberikan secara intensif terutama memperbaiki hilangnya cairan
dan gangguan metabolik.
.: Peringatan dan Perhatian :.
·
Hati-hati penggunaan pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal.
·
Tidak dianjurkan penggunaan pada
kondisi dimana menyebabkan dehidrasi atau pada penderita yang baru sembuh dari
infeksi serius atau taruma.
·
Dianjurkan pemeriksaan berkala kadar
B12 pada penggunaan jangka panjang.
·
Oleh karena adanya kemungkinan
terjadinya hipoglikemia pada penggunaan kombinasi dengan Sulfonilurea, kadar
gula dalam darah harus dimonitor.
·
Pada pengobatan kombinasi Metformin
dan insulin, sebaiknya dilakukan di rumah sakit agar tercapai rasio kombinasi
pada kedua obat dengan mantap.
·
Hati-hati pemberian pada pasien usia
lanjut yang mempunyai gangguan fungsi ginjal.
·
Tidak direkomendasikan penggunaan
pada anak-anak.
.: Penggunaan bersama Makanan :.
·
Minum bersama makanan untuk
menghindari gangguan pada perut (gastrointestinal
upset)
·
Mungkin mengalami diare ringan dan
kembung (bloatedness)
·
Apabila diminum bersamaan dengan
sulfonylurea atau insulin, penderita perlu diingatkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia
·
Hindari
alkohol
·
Makanan
dapat menurunkan absorpsi dan memperpanjang waktu absorpsi metformin
Terapi Kombinasi Obat Hipoglikemik
Oral
Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea
dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi
pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua
golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas
reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang.
Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada
banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai
sendiri-sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar