Rabu, 12 Juni 2013

Penatalaksanaan Gizi untuk Hipertensi


1.1.  HIPERTENSI
1.1.1. Pengertian
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus-menerus yang disebabkan atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Silitonga, 2009). Sedangkan data lain mengartikan hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang tingginya tergantung umur individu yang terkena dan dapat disebabkan oleh beberapa faktor serta dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti otak, jantung dan ginjal (Puspita, 2009).  

1.1.2. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada  kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau  hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Depkes RI, 2006).
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan  hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.  
Hipertensi sekunder 
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Tabel 3.1). Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.
Tabel 3.1 Penyakit dan Obat Penyebab Hipertensi
Penyakit
Obat
penyakit ginjal kronis
hiperaldosteronisme primer
penyakit renovaskular
sindroma Cushing
pheochromocytoma
koarktasi aorta
penyakit  tiroid atau paratiroid
Kortikosteroid, ACTH
Estrogen (biasanya pil KB dg kadar estrogen tinggi)
NSAID, cox-2 inhibitor
Fenilpropanolamine dan analog
Cyclosporin dan tacrolimus
Eritropoetin
Sibutramin
Antidepresan (terutama venlafaxine)

1.1.3. Patofisiologi
Secara fisiologi terjadinya peningkatan tekanan darah seperti digambarkan pada bagan berikut ini.
Gambar 3.1 Patofisiologi Hipertensi (Kaplan, 2002)



Sedangkan patogenesis hipertensi pada penderita DM tipe 2 sangat kompleks. Banyak faktor berpengaruh pada peningkatan tekanan darah, seperti : Resistensi insulin, kadar Gula darah plasma, Obesitas selain faktor lain pada sistem otoregulasi pengaturan tekanan darah (Permana, 2008).



Gambar 3.2 Mekanisme patofisiologi hipertensi (Vasan)

Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah : (Gambar 3.2)
·           Meningkatnya aktifitas sistem saraf  simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll
·           Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
·           Asupan natrium (garam) berlebihan
·           Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium 
·           Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron  
·           Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
·           Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin  yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
·           Abnormalitas tahanan  pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal
·           Diabetes mellitus
·           Resistensi insulin
·           Obesitas
·           Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
·           Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
·           Berubahnya transpor ion dalam sel

1.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah merujuk pada klasifikasi JNC VII (2003) untuk pasien dewasa (umur  ≥ 18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis.
Tabel 3.2 Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII, 2003)
Klasifikasi tekanan darah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal
<120
dan
<80
Prehipertensi
120-139
atau
80-89
Hipertensi stage 1
140-159
atau
90-99
Hipertensi stage 2
≥160
atau
≥100

1.1.5. Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan  mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ  tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Depkes RI, 2006).






1.1.6.   Faktor Resiko
Gambar 3.3 Faktor Resiko Hipertensi (Depkes RI, 2006)

1.1.7. Penatalaksanaan Hipertensi
Terapi Nonfarmakologis
Gambar 3.4 Rekomendasi terapi nonfarmakologis pada hipertensi
Terapi Farmakologis
Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim  konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin  (ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama (tabel 5). Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama.
AMLODIPIN
.: Farmakologi :.
Amlodipine merupakan antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium) yang menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Efek antihipertensi amlodipine adalah dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan penurunan tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja amlodipine adalah perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut.
Efek antiangina amlodipine adalah melalui dilatasi arteriol perifer sehingga dapat menurunkan resistensi perifer total (afterload). Karena amlodipine tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, pengurangan beban jantung akan menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen miokardial serta kebutuhan energi. Amlodipine menyebabkan dilatasi arteri dan arteriol koroner baik pada keadaan oksigenisasi normal maupun keadaan iskemia. Pada pasien angina, dosis amlodipine satu kali sehari dapat meningkatkan waktu latihan, waktu timbulnya angina, waktu timbulnya depresi segmen ST dan menurunkan frekuensi serangan angina serta penggunaan tablet nitrogliserin. Amlodipine tidak menimbulkan perubahan kadar lemak plasma dan dapat digunakan pada pasien asma, diabetes serta gout.

.: Indikasi :.
Amlodipine digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina stabil kronik, angina vasospastik (angina prinzmetal atau variant angina). Amlodipine dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat antihipertensi dan antiangina lain.  
.: Kontra Indikasi :.
Amlodipine tidak boleh diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap amlodipine dan golongan dihidropiridin lainnya.
.: Efek Samping :.
Efek samping pada kardiovaskular: Palpitasi; peripheral edema; syncope; takikardi, bradikardi, dan aritmia. Pada SSP: sakit kepala, pusing, dan kelelahan.  Pada kulit: dermatitis, rash, pruritus, dan urtikaria. Efek pada Saluran pencernaan: mual, nyeri perut, kram, dan tidak nafsu makan. Efek pada saluran pernafasan: nafas menjadi pendek-pendek, dyspnea, dan wheezing. Efek samping lain: Flushing, nyeri otot, dan nyeri atau inflamasi. Pada penelitian klinis dengan kontrol plasebo yang mencakup penderita hipertensi dan angina, efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala, edema, lelah, flushing, dan pusing.
.: Peringatan dan Perhatian :.
·      Pasien dengan gangguan fungsi hati  : Waktu paruh amlodipine menjadi lebih panjang, sehingga perlu pengawasan.   .
·      Penggunaan pada wanita hamil dan menyusui
.: Penggunaan bersama Makanan :.
·       Hindari natural licorice.
·       Hindari produk grapefruit selama masa medikasi.
·       Peningkatan efek/ Toksisitas: Jus grape fruit dapat meningkatkan kadar amlodipin. St. wort mungkin dapat menurunkan level amlodipin. Hindari  dong quai (karena mempunyai efek estrogen.Hindari efedra, yohimbe dan ginseng (dapat memperparah efek hipotensif). Hindari bawang putih (dapat menurunkan efek antihipertensi) Penurunan efek : Makanan tinggi kalsium dapat mengurangi efek hipotensif dari calsium chanel bloker.

HCT
.: Farmakologi :.
Hidroklorotiazida adalah diuretik tiazida, yang  meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Obat ini dapat diabsorpsi dengan baik melalui  saluran cerna. Umumnya efek tampak setelah satu jam, dan dalam 3-6 jam dieksresikan melalui ginjal. Hidroklorotiazida selain berefek sebagai diuretik, juga menyebabkan vosodilatasi pembuluh darah arteriol,sehingga dapat menurunkan tekanan darah pada kasus hipertensi. Obat ini bekerja senergistik dengan obat anti-hipertensi lainnya.
.: Indikasi :.
Penanganan hipertensi ringan sampai sedang, edema pada gagal jantung kongestif dan sindrom nefrotik.
.: Kontra Indikasi :.
Hipersensitif, ibu hamil dan ibu menyusui, gangguan ginjal berat, gangguan hati, dan hiperkalsemia
.: Efek Samping :.
hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi seksual
.: Peringatan dan Perhatian :.
Tidak boleh digunakan bersama diuretic hemat kalium
.: Penggunaan bersama Makanan :.
·       Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari
·       Hindari kelebihan garam / ​​sodium kecuali diinstruksikan oleh dokter
·       Hindari licorice alami
·       Jangan konsumsi kalsium, aluminium, magnesium atau Suplemen zat besi dalam waktu 2 jam dari minum obat ini.
·       Meningkatkan asupan kalium; menambahkan pisang atau jus jeruk; kecuali diminta melakukan sebaliknya
·       Makanan dapat mengurangi absorpsi hidroklorotiazida. Hindari dong quai untuk penanganan hipertensi (karena mempunyai aktifitas estrogen). Hindari efedra, ginseng dan yohimbe.

Terapi Kombinasi Obat Antihipertensi
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1.      Mempunyai efek aditif  
2.      Mempunyai efek sinergisme
3.      Mempunyai sifat saling mengisi
4.      Penurunan efek samping masing-masing obat
5.      Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
6.      Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan pasien (adherence)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar