1.1. HIPERTENSI
1.1.1. Pengertian
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah terjadinya
peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus-menerus yang disebabkan
atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam
mempertahankan tekanan darah secara normal (Silitonga, 2009). Sedangkan data
lain mengartikan hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah
dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang tingginya tergantung umur
individu yang terkena dan dapat disebabkan oleh beberapa faktor serta dapat
mengakibatkan terjadinya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti otak,
jantung dan ginjal (Puspita, 2009).
1.1.2. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis
yang beragam. Pada kebanyakan pasien
etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini
tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi
dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun
eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi
pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Depkes RI, 2006).
Hipertensi primer (essensial)
Lebih
dari 90% pasien dengan hipertensi
merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan,
hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah
diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis
hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu
keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan
penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan
gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik
mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik
genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan
adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan
nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan
darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis
atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.
Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan
hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Tabel
3.1). Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan
obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.
Tabel
3.1 Penyakit dan Obat Penyebab Hipertensi
Penyakit
|
Obat
|
penyakit ginjal kronis
hiperaldosteronisme
primer
penyakit renovaskular
sindroma Cushing
pheochromocytoma
koarktasi aorta
penyakit tiroid atau paratiroid
|
Kortikosteroid, ACTH
Estrogen (biasanya pil
KB dg kadar estrogen tinggi)
NSAID, cox-2 inhibitor
Fenilpropanolamine dan
analog
Cyclosporin dan
tacrolimus
Eritropoetin
Sibutramin
Antidepresan (terutama
venlafaxine)
|
1.1.3. Patofisiologi
Secara fisiologi terjadinya
peningkatan tekanan darah seperti digambarkan pada bagan berikut ini.

Gambar 3.1 Patofisiologi
Hipertensi (Kaplan, 2002)
![]() |
Sedangkan patogenesis hipertensi pada penderita DM tipe 2 sangat kompleks. Banyak faktor berpengaruh pada peningkatan tekanan darah, seperti : Resistensi insulin, kadar Gula darah plasma, Obesitas selain faktor lain pada sistem otoregulasi pengaturan tekanan darah (Permana, 2008).
![]() |
Gambar 3.2 Mekanisme patofisiologi hipertensi (Vasan)
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi
secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah :
(Gambar 3.2)
·
Meningkatnya
aktifitas sistem saraf simpatik (tonus
simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya
respons terhadap stress psikososial dll
·
Produksi
berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
·
Asupan
natrium (garam) berlebihan
·
Tidak
cukupnya asupan kalium dan kalsium
·
Meningkatnya
sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan
aldosteron
·
Defisiensi
vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
·
Perubahan
dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin
yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
·
Abnormalitas
tahanan pembuluh darah, termasuk
gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal
·
Diabetes
mellitus
·
Resistensi
insulin
·
Obesitas
·
Meningkatnya
aktivitas vascular growth factors
·
Perubahan
reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik
dari jantung, dan tonus vaskular
·
Berubahnya
transpor ion dalam sel
1.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah merujuk pada klasifikasi JNC
VII (2003) untuk pasien dewasa (umur ≥
18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada
dua atau lebih kunjungan klinis.
Tabel 3.2 Klasifikasi
Tekanan Darah (JNC VII, 2003)
Klasifikasi tekanan darah
|
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
|
|
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
<120
|
dan
|
<80
|
Prehipertensi
|
120-139
|
atau
|
80-89
|
Hipertensi
stage 1
|
140-159
|
atau
|
90-99
|
Hipertensi
stage 2
|
≥160
|
atau
|
≥100
|
1.1.5. Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak
endothel arteri dan mempercepat
atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak,
dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit
serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner
(infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila
penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka
akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya
tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan
resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer,
dan gagal jantung (Depkes RI, 2006).
1.1.6. Faktor Resiko

Gambar 3.3 Faktor Resiko
Hipertensi (Depkes RI, 2006)
1.1.7. Penatalaksanaan
Hipertensi
Terapi Nonfarmakologis

Gambar 3.4 Rekomendasi
terapi nonfarmakologis pada hipertensi
Terapi Farmakologis
Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat
beta, penghambat enzim konversi
angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai
obat antihipertensi utama (tabel 5). Obat-obat ini baik sendiri atau
dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi
karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas
obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana
perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan
klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat
adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada
pasien-pasien tertentu disamping obat utama.
AMLODIPIN
.: Farmakologi :.
Amlodipine merupakan antagonis kalsium golongan
dihidropiridin (antagonis ion kalsium) yang menghambat influks (masuknya) ion
kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga
mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine
menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar
mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Efek
antihipertensi amlodipine adalah dengan bekerja langsung sebagai vasodilator
arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta
penurunan tekanan darah. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan penurunan
tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja amlodipine adalah
perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut.
Efek antiangina amlodipine adalah melalui dilatasi arteriol
perifer sehingga dapat menurunkan resistensi perifer total (afterload). Karena
amlodipine tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, pengurangan beban
jantung akan menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen miokardial serta kebutuhan
energi. Amlodipine menyebabkan dilatasi arteri dan arteriol koroner baik pada
keadaan oksigenisasi normal maupun keadaan iskemia. Pada pasien angina, dosis
amlodipine satu kali sehari dapat meningkatkan waktu latihan, waktu timbulnya
angina, waktu timbulnya depresi segmen ST dan menurunkan frekuensi serangan
angina serta penggunaan tablet nitrogliserin. Amlodipine tidak menimbulkan
perubahan kadar lemak plasma dan dapat digunakan pada pasien asma, diabetes
serta gout.
.: Indikasi :.
Amlodipine digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina
stabil kronik, angina vasospastik (angina prinzmetal atau variant angina).
Amlodipine dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan dengan
obat antihipertensi dan antiangina lain.
.: Kontra Indikasi :.
Amlodipine tidak boleh diberikan pada pasien yang
hipersensitif terhadap amlodipine dan golongan dihidropiridin lainnya.
.: Efek Samping :.
Efek samping pada kardiovaskular: Palpitasi; peripheral
edema; syncope; takikardi, bradikardi, dan aritmia. Pada SSP: sakit kepala,
pusing, dan kelelahan. Pada kulit: dermatitis, rash, pruritus, dan
urtikaria. Efek pada Saluran pencernaan: mual, nyeri perut, kram, dan tidak
nafsu makan. Efek pada saluran pernafasan: nafas menjadi pendek-pendek,
dyspnea, dan wheezing. Efek samping lain: Flushing, nyeri otot, dan nyeri atau
inflamasi. Pada penelitian klinis dengan kontrol plasebo yang mencakup
penderita hipertensi dan angina, efek samping yang umum terjadi adalah sakit
kepala, edema, lelah, flushing, dan pusing.
.: Peringatan dan Perhatian :.
·
Pasien dengan gangguan fungsi
hati : Waktu paruh amlodipine menjadi lebih panjang, sehingga perlu
pengawasan. .
·
Penggunaan pada wanita hamil dan
menyusui
.: Penggunaan bersama Makanan :.
·
Hindari natural licorice.
·
Hindari produk grapefruit selama
masa medikasi.
·
Peningkatan
efek/ Toksisitas: Jus grape fruit dapat meningkatkan kadar amlodipin. St. wort
mungkin dapat menurunkan level amlodipin. Hindari dong quai (karena
mempunyai efek estrogen.Hindari efedra, yohimbe dan ginseng (dapat memperparah
efek hipotensif). Hindari bawang putih (dapat menurunkan efek antihipertensi)
Penurunan efek : Makanan tinggi kalsium dapat mengurangi efek hipotensif dari
calsium chanel bloker.
HCT
.: Farmakologi :.
Hidroklorotiazida adalah diuretik tiazida, yang
meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Obat ini dapat
diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna. Umumnya efek tampak setelah
satu jam, dan dalam 3-6 jam dieksresikan melalui ginjal. Hidroklorotiazida
selain berefek sebagai diuretik, juga menyebabkan vosodilatasi pembuluh darah
arteriol,sehingga dapat menurunkan tekanan darah pada kasus hipertensi. Obat
ini bekerja senergistik dengan obat anti-hipertensi lainnya.
.: Indikasi :.
Penanganan
hipertensi ringan sampai sedang, edema pada gagal jantung kongestif dan sindrom
nefrotik.
.: Kontra Indikasi :.
Hipersensitif,
ibu hamil dan ibu menyusui, gangguan ginjal berat, gangguan hati, dan
hiperkalsemia
.: Efek Samping :.
hipokalemia,
hipomagnesia, hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan
disfungsi seksual
.: Peringatan dan Perhatian :.
Tidak boleh digunakan bersama
diuretic hemat kalium
.: Penggunaan bersama Makanan :.
·
Pemberian pagi dan sore untuk
mencegah diuresis malam hari
·
Hindari kelebihan garam / sodium
kecuali diinstruksikan oleh dokter
·
Hindari licorice alami
·
Jangan konsumsi kalsium, aluminium,
magnesium atau Suplemen zat besi dalam waktu 2 jam dari minum obat ini.
·
Meningkatkan asupan kalium;
menambahkan pisang atau jus jeruk; kecuali diminta melakukan sebaliknya
·
Makanan
dapat mengurangi absorpsi hidroklorotiazida. Hindari dong quai untuk penanganan
hipertensi (karena mempunyai aktifitas estrogen). Hindari efedra, ginseng dan
yohimbe.
Terapi Kombinasi Obat Antihipertensi
Ada 6 alasan
mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1.
Mempunyai
efek aditif
2.
Mempunyai
efek sinergisme
3.
Mempunyai
sifat saling mengisi
4.
Penurunan
efek samping masing-masing obat
5.
Mempunyai
cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
6.
Adanya
“fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan pasien (adherence)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar